Saturday, November 16, 2013

Er Capitan Futuro: Bepijarnya Kembali Sang Gladiator


Kalah di final Coppa Italia dari Lazio saat Mei lalu mungkin hal terbaik yang telah terjadi pada Roma sepanjang musim lalu. Mungkin bagi fans klub merasa itu merupakan hal yang sangat memalukan, karena mereka menderita melalui sebuah musim panas yang intens dengan kalah dari saingan sekota mereka yang merayakan kemenangannya dengan mengorganisir segala sesuatu dengan perayaan pemakaman palsu simbol kematian superioritas Roma atas rivalnya tersebut. Tapi lihatlah sekarang, enam bulan dari kepedihan tersebut, Roma kini berada di puncak klasemen , sementara Lazio hanya mampu berkutat diperingkat ketujuh dengan margin poin yang tidak sedikit; -16.

Itu bukanlah suatu kebetulan belaka. Dampak yang Rudi Garcia telah berikan begitu fenomenal, manajer Roma ini  mampu memancing keluar kemampuan terbaik dan semaksimal mungkin dari para key players dan sementara itu ia juga mampu membantu Giallorossi untuk meramu jenis kohesi taktis terbaik yang kita sudah tidak lihat dari mereka selama bertahun-tahun belakangan ini. Walaupun dia juga telah terbantu oleh fakta bahwa timnya tidak terlibat dalam kompetisi kontinental seperti Juventus dan Napoli dan pesaing mereka yang lain.

Yang terpenting, ia telah mampu mengandalkan kehadiran Daniele De Rossi sebagai komando di lapangan tengah. Gelandang serba bisa ini sudah sangat dekat dengan keputusan meninggalkan klub pada musim panas lalu. Kepada Sky Italia, dia mengatakan ini adalah pertama kalinya dalam karirnya bahwa ia telah meminta secara langsung pada klub untuk dilepaskan bermain untuk tim lain dan di kota lain. "Saya mengatakan kepada klub bahwa aku ingin mendengar tawaran yang kami terima" kata De Rossi . "Saya merasa ini mungkin menjadi tahun yang tepat untuk membuat perubahan, mencoba sesuatu yang berbeda."

Itu bukan keputusan yang datang dengan mudahnya. Performa De Rossi untuk Roma dalam beberapa musim belakangan memang telah menurun , pemain ini sangat tidak disukai oleh Zdenek Zeman yang baru diangkat musim panas lalu. Dituduh malas selama dalam latihan , ia di drop untuk pertandingan melawan Atalanta pada bulan Oktober dan setelah itu ia lebih sering dikerahkan bermain keluar dari posisi terbaiknya. Akhirnya Zeman dipecat pada bulan Februari, tapi De Rossi terus bergumul melalui sisa musimnya.

He had not become a bad player overnight. Sebaliknya, penampilannya untuk tim nasional Italia semakin membaik, bahkan mungkin yang terbaik yang pernah ia lakukakan. Namun media dan banyak supporter di Roma telah berbalik melawan dia . Beberapa bahkan kecewa ketika ia menolak ditransfer ke Manchester City pada musim panas 2012 dengan alasan bahwa penjualan dirinya mungkin bisa membawa dana segar yang berharga bagi klub untuk diinvestasikan kembali di tempat lain.

Untuk De Rossi, hal itu hampir terlalu berat untuk ditanggung. Dia tidak lebih dianggap sebagai tentara bayaran yang ironisnya berasal dari  pendukung sendiri, orang yang telah bermimpi bermain untuk klub ini sebagaimana ia dibesarkan mengejar dan merebut bola di sekitar pantai Ostia dimana bibi dan neneknya bekerja. "Untuk menjadi pemain Roma tetapi tidak membuat fans senang , tidak membuat Roma bahagia... itu sangat luar biasa beratnya bagi saya".

Francesco Totti , juga telah mengalami periode penuh kritik di Roma , tapi dia selalu menjadi individu yang lebih dapat dipercaya. Sang Godfather-nya false nine ini dipahami dari usia muda bahwa ia memiliki bakat khusus, dan tidak pernah meragukan kemampuannya sendiri . Lain halnya dengan De Rossi belum pernah begitu meyakinkan.

"Ada anak-anak berusia 10 atau 11 tahun yang mampu juggling dengan jeruk muncul di YouTube , aku bukanlah salah satu dari mereka" kata De Rossi dalam sebuah wawancara 2011. "Saya adalah seorang anak yang mencintai sepak bola dari hari aku dilahirkan , tapi aku tidak punya keyakinan seperti itu. Saya tidak yakin bahwa saya cukup baik untuk mencapai suatu tingkatan tertentu.", dia mengaku bahkan tidak percaya bahwa ia akan membuat karir yang berlangsung lama sebagai seorang pesepakbola profesional sampai ia mencapai usia 19 tahun meskipun ia telah mampu membuat debut seniornya untuk Roma beberapa tahun sebelumnya.

Sering disandingkan bersama Totti sebagai salah satu dari dua simbol homegrown terbesar tim ini, faktanya adalah bahwa De Rossi berasal potongan kain yang sangat berbeda. Pemain tengah itu digambarkan oleh rekan satu timnya sebagai “classic Roman” - outgoing dan outspoken. De Rossi sendiri jauh lebih dari seorang introvert , seseorang yang memilih kata-katanya dengan sangat hati-hati dan akan lebih memilih untuk tinggal diam daripada mengungkapkan pendapat.

He is certainly the deeper thinker of the two. Totti pernah mengatakan bahwa jika ia tidak menjadi pesepakbola ia akan bekerja sebagai pelayan di sebuah pompa bensin karena ia menyukai bau asap . De Rossi, sebaliknya, ia ingin tumbuh menjadi hakim.

Tapi mungkin juga lebih mudah bagi Totti untuk bertindak sesuka hatinya karena ia telah mencapai hal yang paling penting: memenangkan gelar Serie A bersama Roma, yang mana De Rossi hanya membuat debut seniornya pada bulan Oktober 2001, lima bulan setelah Giallorossi memenangkan Scudetto terakhir mereka .

Untuk waktu yang lama, ambisi De Rossi untuk menandingi prestasi itu, cukup untuk menghentikan dia dari keinginannya untuk pindah. Banyak tim besar dan kaya di Eropa telah menyatakan minatnya selama bertahun-tahun, termasuk City musim panas lalu . Klub Premier League itu siap untuk membayar bahkan lebih dari €6m seperti yang ia terima di Roma.

Pengalaman tahun lalu dengan Zeman , bagaimanapun juga, telah mendorong De Rossi untuk meninjau ulang kondisinya. Apakah bahkan realistis lagi untuk percaya bahwa Roma dapat menjadi penantang gelar setelah hanya finish di peringkat keenam, ketujuh , dan keenam lagi selama tiga tahun terakhir ? Dan itu layak diperjuangkan karena ia telah kehilangan kepercayaan ketika begitu banyak orang di klub tampaknya ingin dia pergi ?

Dia memberikan jawaban ambigu terhadap pertanyaan wartawan tentang masa depannya selama musim panas lalu karena alasan sederhana bahwa ia belum mengambil keputusan. Dia tahu bahwa ada minat dari Manchester United, dan mungkin satu atau dua klub lain. Suatu hari ia akan bangun berpikir bahwa pilihan-pilihan tersebut tidak terdengar begitu buruk.

Tapi sekarang dia mendapati dirinya layaknya ditarik kembali dari tepi jurang dengan suatu pertimbangan baru. Tidak lagi ia berpikir tentang piala yang dia ingin menangi dengan Roma , melainkan salah satu yang berhasil membuatnya bergairah kembali, yaitu ketika Lazio mempecundangi dirinya saat final Coppa Italia akhir Mei itu.

"Itu adalah bayangan yang saya tidak bisa singkirkan" kata De Rossi. "Aku bisa membayangkan diriku di tim manapun di dunia, mengangkat trofi apapun, tapi bayangan bahwa saya telah memainkan pertandingan terakhir saya dalam balutan kostum Roma, dalam derby, dan dalam final, dan kita kalah,  bayangan ini bisa menjadi akhir dari salah satu kisah cinta terbesar antara suatu pemain dan timnya yang saya tahu.Tetapi, semua  itu salah besar".

Dan sebaliknya, ia memutuskan untuk tinggal. Salah satu faktornya adalah Garcia, ia tidaklah seperti Zeman,  ia malah telah menelepon De Rossi untuk membuat segalanya jelas dari hari pertama, bahwa betapa dia sudah tak sabar untuk bekerja sama. Manajer baru tidak tertipu oleh tampilan loyo musim lalu. "Sesuatu berjalan tidak normal ketika seorang pemain dapat bermain dengan baik untuk negaranya , tetapi tidak dapat melakukannya untuk klubnya." sebut Garcia di hari pertamanya.

Dengan sekembalinya De Rossi dari Timnas Italia pada 30 Juli , para direktur Roma berpikir bahwa ini mungkin salah satu kesempatan terakhir mereka untuk menjual dia dengan harga fantastis. Tapi mereka juga mengakui bahwa visi Garcia semakin  berkembang. De Rossi, Miralem Pjanic bermain bersama dengan Kevin Strootman bisa saja menjadi penantang serius bagi lini tengah Juventus yang diisi kuartet MVP (Marchisio, Vidal, Pirlo) + Pogba yang boleh dikata masih yang terbaik di calcio.

Jadi itu telah terbukti. Dengan dikembalikannya ke peran sentral yang disukainya, De Rossi selalu hadir untuk Roma, membayar kepercayaan manajernya dengan performa terbaiknya. Dia mungkin tidak memiliki statistik untuk menunjukkan hal itu dengan assist dan gol yang lebih sedikit dan dibandingkan rekanya di lini tengah, tetapi dia memiliki suatu hal special yang tidak dimiliki oleh yang lainnya untuk bertarung memperebutkan tempat utama.

Sebaliknya apa yang De Rossi bawa sesuatu yang lebih berwujud, pembacaan permainan yang hanya beberapa orang yang bisa melakukannya. Dalam possession ball ia jarang membuat kesalahan, menyelesaikan passing  dengan rataan tingkat keberhasilan 90 % pada musim ini dan sangat sering berperan sebagai orang pertama yang mengarsiteki sebuah serangan, “the assist to the assist”,  kalau boleh dibilang. Ketika bertahan, dia selalu berada di tempat yang tepat pada waktu yang tepat dengan keteraturan yang baik. Sebuah clearance darinya pas di depan garis gawang dari tendangan Goran Pandev membuat Roma terhindar dari gol yang bisa membuat mereka tertinggal di babak pertama pada pertandingan yang akhirnya mereka menangi 2-0 atas Napoli.

Beberapa spekulasi muncul bahwa ia mungkin akhirnya diadaptasi untuk menjadi menjadi bek tengah, meniru jejak karir dari Franz Beckenbauer. Dia telah diminta untuk mengisi peran tersebut pada beberapa kesempatan, baik untuk Italia dan Roma dalam beberapa tahun terakhir, dan penampilannya ketika melakukan tugas tersebut boleh dikata sangat memuaskan.

Untuk saat ini , meskipun De Rossi akan terus hanya berada di titik berpijaknya saat ini. Selama bertahun-tahun ia telah disebut di Roma sebagai “Er Capitan Futuro” - Kapten Masa Depan – sebuah referensi untuk asumsi bahwa suatu hari ia akan mengambil alih peran tersebut dari Totti . Tetapi dengan absennya Totti dalam beberapa pekan terakhir karena cedera hamstring , itu memberikan kesempatan pada De Rossi memimpin tim untuk survive dalam ketidakhadirannya. And he is making a perfectly impressive job of it so far.

No comments:

Post a Comment