Friday, November 29, 2013

Anarkisme: Romansa Yang Disalah Arahkan


Beberapa poster besar terbentang ketika secara tidak sengaja saya melewati sebuah rumah sakit pendidikan milik kampus negeri dengan fakultas kedokteran yang katanya salah satu yang tertua di Indonesia, rata-rata poster tersebut berisi kata-kata yang belakangan sering terdengar di telinga kita seperti “stop kriminalisasi xxx”, “bebaskan xxx”. Sampai ada satu poster yang cukup menohok dan sangat menarik perhatian saya, kira-kira isinya seperti ini “semoga masyarakat sehat-sehat saja dan tidak sakit, agar kalian tidak memerlukan jasa kami lagi”, entah mengapa dan bagaimana, saya tak bisa bayangkan, apakah sebetulnya yang salah dengan isi kepala para rekan-rekan mahasiswa/dokter sehingga dengan entengnya kata-kata tersebut dipamerkan di tempat umum, belum lagi tujuan dari aksi mogok ini sangat rancu. Bukannya terlalu offensive terhadap suatu profesi tertentu, tetapi kata-kata diposter tersebut semakin menegaskan bahwa profesi yang satu ini sangat anti dengan yang namanya kritik. Kita sama sekali tidak keberatan dengan aksi mogok atau demonstrasi, itu adalah hak. Tetapi dengan dalih solidaritas sesama kaum korporat borjuis sehingga tercipta angan-angan stop kriminalisasi yang jelas betul tendesinya untuk memposisikan diri “kebal hukum”, maka lain lagi ceritanya.

Mungkin ada baiknya para rekan dari profesi tersebut belajar dari banyak kejadian di masa lalu, disini saya akan sedikit mengutip essay dari Zen RS tentang seorang anarko terkenal. “Aku mengalami kontak yang sangat dekat dengan kemiskinan, kelaparan, dan penyakit, dengan ketidakmampuan untuk mengobati anak-anak yang sakit karena kekurangan uang... Sampai pada titik [menyaksikan] bagaimana seorang ayah dengan pasrah menerima kematian anaknya seakan sebagai suatu kecelakaan yang tidak penting. Aku mulai menyadari bahwa ada hal yang sama pentingnya dari sekadar menjadi terkenal: Aku ingin membantu banyak orang.”, kalimat-kalimat yang menggugah itu diucapkan oleh Che Guevara pada 19 Agustus 1960 di hadapan para milisi Kuba. Dalam edisi Inggris terjemahan Beth Kurti, pidato itu dijuduli “On Revolutionary Medicine”.

Che. Kita tahu, pernah melakukan perjalanan mengelilingi Amerika Latin di masa mudanya. Seperti yang bisa kita saksikan dalam film sangat populer, “The Motorcycle Diaries”, Che bukan hanya mengalami petualangan-petualangan seru nan mendebarkan, tapi juga pengalaman-pengalaman pedih berjumpa dengan orang-orang sakit yang tak terurus. Perjumpaan-perjumpaan itu menjadi dasar sangat penting  yang kelak membimbing pilihan hidupnya untuk menjadi seorang revolusioner yang tak bisa diam melihat penindasan.

Dalam pidatonya itu, Che berbicara tentang pentingnya peranan para perawat, ahli farmasi, petugas laboratorium di rumah sakit, dan terutama para dokter dalam perjuangan revolusioner. Baginya, para dokter sama pentingnya dengan para gerilyawan yang memanggul senjata di hutan-hutan, rawa-rawa, paya-paya, atau di lorong-lorong kota.

Che mengakui bahwa dalam situasi-situasi tertentu boleh jadi akan terlihat agak memalukan jika tetap “anteng” berada di sisi orang yang terluka saat rekan-rekannya sedang sibuk bertempur dan bertaruh nyawa. Tapi, Che dengan tegas memperingatkan, dalam perannya sebagai seorang gerilyawan dan seorang revolusioner, dokter harus tetap selalu menjadi dokter. 

“Dia harus terus menjadi dokter, yang merupakan salah satu tugas paling indah dan salah satu yang paling penting dalam perang,” tegas Che. Kalimat “Dokter harus tetap selalu menjadi dokter” sangat terkenal sampai saat ini, sampai-sampai menjadi rujukan organisasi keprofesian itu sendiri.  

Para kaum borjuis bersegam putih-putih ini ada baiknya perlu belajar pada kaum buruh dalam menyusun aksi agar aspirasinya bisa didengar, bukanya turun kejalan dengan membawa poster-poster yang substansinya ngawur dan pantas ditertawakan masyarakat, belum lagi teman-teman mahasiswa yang turun aksi, walau bukan semuannya, tetapi sebagian besar lebih sibuk dengan dokumentasi masing-masing agar bisa dipamerkan di media social mereka. Kembali ke pembahasan awal, kaum buruh atau pekerja pada umumnya mempunyai trademark sebagai kaum anarkis atau lebih dikenal sebagai anarko yang sering digambarkan di berbagai media sebagai kelompok anti-globalisasi. Mereka sering juga digambarkan sebagai kumpulan penjahat kejam. Hampir tidak pernah ada penjelasan sedikitpun mengenai ide-ide anarkisme.

Ever reviled, accursed, -n'er understood,
Thou art the grisly terror of our age.
"Wreck of all order," cry the multitude,
"Art thou, and war and murder's endless rage."
O, let them cry. To them that ne'er have striven,
The truth that lies behind a word to find,
To them the word's right meaning was not given.
They shall continue blind among the blind.
But thou, O word, so clear, so strong, so pure,
That sayest all which I for goal have taken.
I give thee to the future! -Thine secure
When each at last unto himself shall waken.
Comes it in sunshine? In the tempest's thrill?
I cannot tell......but it the earth shall see!
I am an Anarchist! Wherefore I will
Not rule, and also ruled I will not be!
-John Henry Mackay

Kaum anarkis percaya akan sebuah revolusi yang dilakukan oleh kaum pekerja. Revolusi ini akan menggulingkan para pemilik modal dan pemerintahan dan pada akhirnya mewujudkan sebuah masyarakat yang dijalankan dan dikendalikan oleh orang-orang yang turun langsung mengolah kekayaan dan sumber daya alam dunia. Mereka percaya bahwa kehidupan tanpa pemerintahan adalah sangat mungkin. Pemerintahan akan digantikan oleh dewan-dewan dan majelis-majelis di mana orang-orang biasa bisa memutuskan secara langsung segala kebijakan atas kekayaan dan sumber daya alam dunia tadi. Para anarko percaya prinsip persamaan untuk semua dan kami juga percaya bahwa solidaritas maksimal diperlukan oleh kaum pekerja dan kaum tertindas lainnya jika kami mau mengalahkan kelompok yang hidup dari keringat mereka.

Ketika kita mendengar kata “kaum anarkis”, kita dibuat percaya oleh media dan pemerintah bahwa mereka adalah sekumpulan pelempar bom yang gila. Mitos-mitos diciptakan bahwa para anarko adalah kaum yang gila kekerasan. Vandalisme sering disalah artikan sebagai anarkisme. Mitos lain yang tidak kalah terkenal bahwa anarkisme berarti kekacauan. Politisi, kaum pemilik modal dan agen-agen mereka di media selalu mengkampanyekan bahwa tanpa pemerintahan, yang ada adalah kekacauan. Tapi pernahkah kita merenung tentang keadaan sosial masyarakat sekarang dan merasa bahwa kita sebenarnya sudah hidup dalam kekacauan?

Kita mungkin bertanya; kenapa? Ada satu alasan yang jelas yaitu PROFIT! Saat ini kita hidup di tengah masyarakat yang terdiri atas dua kelas – kaum kapitalis dan kaum pekerja. Kaum kapitalis memiliki pabrik-pabrik, bank, toko-toko, dan lain-lain. Kaum pekerja tidak memiliki apapun. Yang mereka miliki adalah tenaga yang digunakan untuk bertahan hidup. Kaum pekerja harus menjual tenaga mereka kepada kaum kapitalis untuk ditukarkan dengan kompensasi gaji. Kaum kapitalis mempunyai kepentingan untuk memeras sebanyak mungkin tenaga yang dimiliki kaum pekerja dengan kompensasi gaji seminimal mungkin agar profit yang didapatkan besar. Semakin besar gaji seorang pekerja, semakin kecil keuntungan yang didapat si kapitalis. Jadi, kepentingan kaum pekerja dan kaum kapitalis adalah saling berlawanan.

Produksi tidak didasarkan atas keperluan masyarakat umum, tetapi untuk atas dasar mengejar profit. Oleh karena itu, meskipun seluruh sumber makanan di dunia ini mencukupi untuk memberi makan semua orang, tetap akan ada kelaparan, karena profit selalu jadi acuan utama. Inilah yang disebut kapitalisme.

Apa Itu Negara?
Agar tujuan kaum pekerja benar-benar tercapai, maka kaum kapitalis harus disingkirkan. Tapi ini bukan tugas yang mudah. Kaum kapitalis terorganisasi dengan baik. Media berpihak kepada kaum kapitalis. Begitu juga negara dan segenap aparaturnya – pejabat publik pemerintahan, tentara, pengadilan, polisi, dan lain-lain – berpihak kepada kaum kapitalis. Negara adalah contoh nyata bahwa kita sebenarnya hidup di tengah-tengah masyarakat yang terbagi berdasarkan kelas. Kita hidup di tengah dunia di mana 225 orang terkaya memiliki kekayaan gabungan yang sama dengan pendapatan tahunan 2.5 milliar penduduk termiskin.

Negara hadir untuk melindungi kepentingan kaum kaya minoritas tadi, jika bukan oleh persuasi, dengan kekerasan. Hukum dan undang-undang hadir dan dibuat bukan untuk melindungi kaum pekerja tapi untuk melindungi mereka yang memiliki berbagai aset.

Pemilihan Umum
Kita selama ini diberikan ilusi bahwa negara dijalankan untuk kepentingan kita melalui sistem pemilihan umum. Bukankah pemilihan umum secara prinsip adalah instrumen untuk menjamin pemerintah tidak sewenang-wenang? Ya, kita memang diberikan kebebasan untuk memilih, tapi pilihan kita terbatas pada partai-partai politik yang semuanya secara prinsip setuju dengan sistem di mana segelintir minoritas elit menguasai seluruh bangsa dan kekayaannya.

Pemilihan umum pada akhirnya hanya akan membuat kaum revolusioner melupakan prinsip-prinsip revolusi mereka. Kaum revolusioner, lewat pemilihan umum, akan mengorbankan idealisme demi popularitas untuk memastikan bahwa mereka akan terpilih. Keterpilihan menjadi jauh lebih penting daripada memberikan pendidikan kepada publik tentang sosialisme. Hal ini juga berarti bahwa para pemilih dilihat tidak lebih dari sekedar penonton proses politik, bukan sebagai individu-individu yang bisa berpartisipasi dalam politik dan mewujudkan masyarakat sosialis.

Sosialisme tidak bisa diwujudkan melalui parlemen. Contoh nyatanya adalah di Chile. Pada tahun 1973, rakyat Chile memilih pemerintahan sosialis moderat di bawah pimpinan Presiden Allende. Pemerintahan yang dipilih secara demokratis ini digulingkan oleh CIA yang didukung oleh militer. Atau yang terbaru adalah kudeta militer yang terjadi di Mesir. Kudeta-kudeta ini diikuti oleh tindakan-tindakan represif atas organisasi-organisasi pergerakan kaum pekerja. Ribuan kaum pekerja radikal dibunuh.

Prinsip sentral politik kami adalah revolusi harus diwujudkan oleh masyarakat umum. Setiap anggota kaum pekerja (para pekerja, pengangguran, ibu rumah tangga, dan lain-lain) memiliki peranan penting. Hanya dengan partisipasi menyeluruh ini kita bisa mewujudkan anarkisme. Para anarko percaya bahwa revolusi harus bergerak dari bawah ke atas. Jangan harap kebebasan diberikan cuma-cuma, kebebasan harus diambil.

Di sinilah perbedaannya, kaum anarko, dengan mereka yang disebut sebagai “kaum revolusioner kiri”. Kaum revolusioner kiri masih percaya bahwa sebuah partai politik masih diperlukan untuk sebuah revolusi rakyat. Kebanyakan dari mereka mendasarkan pemikiran mereka kepada Lenin yang menganggap kaum pekerja baru hanya mampu mencapai tingkayan “kesadaran serikat kerja”. Menurut Lenin, kaum pekerja masih memerlukan sebuah partai politik yang terdiri dari para aktivis-aktivis revolusioner profesional. Apa yang kita lihat di Rusia bukanlah sosialisme. Kekuasaan masih berada di dalam genggaman segelintir elit partai politik. Negara masih menjadi bos dan kaum pekerja masih dieksploitasi dan diperintah-perintah. Hal ini juga terjadi di Indonesia menjelang akhir orde baru, munculah suatu pegerakan yang bergerak dibawah bendera Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang berisi para pemuda dengan ideologi sosialis kiri dan boleh dibilang berperan besar atas jatuhnya orde baru, tapi entah sekarang kemana, para aktivisnya sudah terseret arus nikmatnya berada di lingkaran kekuasan sehingga PRD mati dengan sendirinya .

Jadi, menurut para anarko, revolusi sepenuhnya tergantung pada masyarakat umum, yaitu orang-orang biasa. Beberapa mungkin bertanya: “mungkinkah? Tidakkah yang akan muncul justru kekacauan?”. Tentu saja tidak. Saat ini, kapitalisme akan runtuh tanpa dukungan kaum pekerja. Kaum pekerjalah yang membuat dan memproduksi segalanya. Kaum pekerjalah yang menghasilkan seluruh kekayaan yang ada. Adalah sangat mungkin untuk mengorganisasikan semua proses produksi agar kebutuhan setiap orang terpenuhi. Juga sangat memungkinkan untuk membangun sebuah struktur yang memberikan ruang buat semua orang untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kepentingan mereka secara keseluruhan.

Kehidupan bermasyarakat akan didasarkan pada pengadaan pabrik-pabrik dan dewan-dewan komunitas. Semua organ-organ ini akan membentuk federasi satu dengan yang lainnya sehingga mencakup area-area yang lebih luas. Utusan-utusan akan dikirim dari setiap daerah dan tempat kerja. Utusan-utusan ini bisa dipanggil kembali dan diganti sewaktu-waktu jika orang-orang yang memilih mereka tidak puas. Dengan perkembangan teknologi terbaru, keputusan yang melibatkan banyak orang akan lebih mudah dan lebih cepat dilaksanakan.

Dalam masyarakat ini akan ada kebebasan individu yang murni. Setiap individu akan menyumbang segenap potensinya kepada masyarakat tanpa melanggar kebebasan individu lainnya. Pada dasarnya, para anarko percaya bahwa setiap orang itu baik dan jikalau seseorang diberikan kebebasan, dia tidak akan dengan mudah menyerahkan kebebasan itu atau menghancurkannya.

Anarkisme dalam Aksi
Seperti kebanyakan yang orang  dengar tentang Anarkisme, anda mungkin percaya bahwa "itu adalah ide yang baik tapi sayangnya itu tidak akan pernah berhasil. Orang secara alami mempunyai keserakahan dan keegoisan, jika tidak ada pemerintah untuk menjaga kepentingan kita akan ada terjadi chaos".

Tapi ada juga contoh sejarah anarkisme sukses dilakukan. Yang terbesar dari ini terjadi pada tahun 1936 selama Perang Saudara Spanyol. Ini dimulai dengan percobaan kudeta pemerintahan yang fasis. Dengan kudeta ini pekerja dimobilisasi untuk mengalahkan fasisme. Milisi populer dibentuk oleh serikat pekerja dengan cara menyita pabrik. Petani mengambil alih lahan yang telah ditinggalkan oleh para tuan tanah. Hal ini menandai awal dari revolusi untuk kaum Anarkis. Mereka percaya bahwa Perang Saudara harusnya bukan hanya melawan fasisme tetapi juga melawan sistem kapitalist yang telah menelurkan bibit-bibit fasisme.

Dalam zona yang dikendalikan oleh kaum Anarkis, impian dalam hal manajemen diri pekerja menjadi kenyataan. Di Catalunia setidaknya ada 2.000 kolektif industri dan komersial. Setidaknya 60% dari pertanian Republik Spanyol  itu dikolektifkan.

Aksi Wanita
Manfaatnya juga telah dirasakan oleh perempuan. Mereka hadir di mana-mana; di dalam komite, dalam para militer, di garis terdepan. Pada perang-perang terdahulu , perempuan berjuang bersama laki-laki dapat dikatakan sebagai hal yang biasa. Itu bukan hanya kasus wanita mengisi untuk laki-laki yang jauh di depan. Mereka berada di militer dan berjuang bersama laki-laki sebagai mahluk yang sederajat. Mereka mengorganisir secara kolektif dan mengambil posisi memerangi sikap pelecehan seksual yang sering terjadi di masa lalu, yang tidak memiliki tempat dalam revolusi nyata. Selama perang, aborsi disahkan dalam 'zona republik'. Pusat perjuangan dibuka untuk perempuan, termasuk gadis-gadis muda dan pelacur. Salah satu pejuang perempuan dalam Perang Saudara mengatakan : "Rasanya seperti berada di tengah saudara laki-laki dan saudara perempuan. Faktanya  itu selalu mengganggu saya bahwa laki-laki di negara ini tidak menganggap perempuan sebagai makhluk dengan hak asasi manusia penuh. Tapi sekarang ada perubahan besar ini dan saya percaya itu muncul secara spontan dari gerakan revolusioner "

Pelajaran yang bias dipetik
Sejarah memang tidak netral. Apa yang kita pelajari di sekolah hanyalah akal-akalan  pemerintah, penguasa dan kapitalisme. Justru apa yang kita tidak pelajari telah banyak kali menunjukkan bahwa pemerintah ini tidak diperlukan. Orang-orang ini pada dasarnya tidak buruk. Mengingat kita telah diberi kondisi yang tepat untuk saling membantu dan menumbuhkan kerjasama.

Sejarah menunjukkan bahwa ide-ide anarkis bisa bekerja. Sebuah masyarakat baru dapat tercipta dengan kontrol pekerja. Tapi itu tidak akan terjadi secara spontan. Kita harus mengatur semuanya untuk itu.

Itulah sebabnya kita perlu organisasi revolusioner. Sebuah organisasi yang menyatukan semua orang yang berjuang untuk kontrol buruh. Sebuah organisasi yang memberi kita kesempatan untuk bertukar ide, pengalaman, dan belajar dari pelajaran sejarah yang telah terjadi. Sebuah organisasi yang memfasilitasi perjuangan kita bersama-sama untuk masyarakat baru.

No comments:

Post a Comment